PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
NOMOR: 83/HUK/2005
TENTANG
PEDOMAN DASAR KARANG TARUNA
MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
a. Bahwa
Karang Taruna merupakan Oganisasi Sosial wadah pengembangan Generasi Muda yang
mampu menampilkan karakternya melalui cipta, rasa, karsa dan karya di bidang
kesejahteraan sosial;
b. Bahwa Karang Taruna sebagai modal sosial strategis untuk mewujudkan
keserasian, keharmonisan, keselarasan, dalam kerangka memperkuat kesetiakawanan
sosial, kebersamaan, kejuangan dan pengabdian terutama di bidang Kesejahteraan
Sosial;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana huruf a dan huruf b, maka perlu menetapkan Peraturan Menteri Sosial
RI tentang Pedoman Dasar Karang Taruna.
Mengingat : 1.
Undang‑Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang
Ketentuan‑ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Tahun 1974
Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3039);
2. Undang‑undang Nomor 8 Tahun 1985 Tentang Organisasi Kemasyarakatan
(Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 44. Tambahan Lembaran Negara Nomor 3298);
3. Undang‑undang, Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4437);
4. Keputusan Presiden RI Nomor 8/M
Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden RI Nomor 187/M Tahun 2004
tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu;
5. Peraturan Presiden RI Nomor 9
Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Negara Republik Indonesia;
6. Peraturan Presiden RI Nomor 15
Tahun 2005 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden RI Nomor 10 Tahun 2005
tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik
Indonesia;
7. Keputusan Menteri Sosiai RI Nomor
25/HUK/2003 tentang Pola Pembangunan Kesejahteraan Sosial;
8. Keputusan Menteri Sosiai RI Nomor 82/HUK/2005 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Departemen Sosial;
Memperhatikan : Hasil Temu Karya
Nasional V Karang Taruna Tahun 2005 tanggal 10 sampai dengan 12 April 2005 di
Provinsi Banten.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
TENTANG PEDOMAN DASAR KARANG TARUNA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :
1. Karang
Taruna adalah Organisasi Sosial wadah pengembangan generasi muda yang tumbuh
dan berkembang atas dasar kesadaran dan tanggung jawab sosial dari, oleh dan
untuk masyarakat terutama bergerak di bidang usaha kesejahteraan sosial.
2. Anggota
Karang Taruna adalah setiap generasi muda dari usia 11 tahun sampai dengan 45
tahun yang berada di desa/kelurahan atau komunitas adat sederajat dan terutama
bergerak di bidang usaha kesejahteraan sosial.
3. Komunitas
Adat Sederajat adalah warga masyarakat yang tinggal dan hidup bersama di daerah
yang dibatasi oleh wilayah adat dan kedudukannya sederajat dengan
desa/kelurahan.
4. Majelis
Pertimbangan Karang Taruna (MPKT) adalah wadah penghimpun mantan pengurus
Karang Taruna dan tokoh Masyarakat lain yang berjasa dan bermanfaat bagi
kemajuan Karang Taruna, yang tidak memiliki hubungan struktural dengan
Kepengurusan Karang Tarunanya.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
(1) Setiap Karang Taruna berasaskan
Pancasila.
(2) Tujuan Karang Taruna adalah :
a. Terwujudnya pertumbuhan dan
perkembangan kesadaran tanggung jawab sosial setiap generasi muda warga Karang
Taruna dalam mencegah, menangkal, menanggulangi dan mengantisipasi berbagai
masalah sosial.
b. Terbentuknya jiwa dan semangat
kejuangan generasi muda warga Karang Taruna yang trampil dan berkepribadian
serta berpengetahuan.
c. Tumbuhnya potensi dan kemampuan
generasi muda dalam rangka mengembangkan keberdayaan warga Karang Taruna.
d. Termotivasinya setiap generasi
muda Karang Taruna untuk mampu menjalin toleransi dan menjadi perekat persatuan
dalam keberagaman kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
e. Terjalinnya kerjasama antara
generasi muda warga Karang Taruna dalam rangka mewujudkan taraf kesejahteraan
sosial bagi masyarakat.
f. Terwujudnya kesejahteraan sosial
yang semakin meningkat bagi generasi muda di desa/kelurahan atau komunitas adat
sederajat yang memungkinkan pelaksanaan fungsi sosialnya sebagai manusia
pembangunan yang mampu mengatasi masalah kesejahteraan sosial dilingkungannya.
g. Terwujudnya pembangunan
kesejahteraan sosial generasi muda di desa/kelurahan atau komunitas adat
sederajat yang dilaksanakan secara komprehensif, terpadu dan terarah serta
berkesinambungan oleh Karang Taruna bersama pemerintah dan komponen masyarakat
lainnya.
BAB III
KEDUDUKAN, TUGAS POKOK DAN FUNGSI
Pasal 3
(1) Setiap Karang Taruna
berkedudukan di desa/kelurahan atau komunitas adat sederajat di dalam wilayah
hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Setiap Karang Taruna mempunyai
tugas pokok secara bersama‑sama dengan Pemerinitah dan komponen masyarakat
lainnya untuk menanggulangi berbagai masalah kesejahteraan sosial terutama yang
dihadapi generasi muda, baik yang bersifat preventif, rehabilitatif maupun
pengembangan potensi generasi muda di lingkungannya.
(3) Setiap Karang Taruna
melaksanakan fungsi :
a. Penyelenggara Usaha Kesejahteraan
Sosial.
b. Penyelenggara Pendidikan dan
Pelatihan bagi masyarakat.
c. Penyelenggara pemberdayaan
masyarakat terutama generasi muda dilingkungannya secara komprehensif, terpacu
dan terarah serta berkesinambungan.
d. Penyelenggara kegiatan pengembangan jiwa kewirausahaan bagi generasi
muda di lingkungannya.
e. Penanaman pengertian, memupuk dan
meningkatkan kesadaran tanggung jawab sosial generasi muda.
f. Penumbuhan dan pengembangan
semangat kebersamaan, jiwa kekeluargaan, kesetiakawanan sosial dan memperkuat
nilai-nilai kearifan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik lndonesia.
g. Pemupukan kreatifitas generasi
muda untuk dapat mengembangkan tanggung jawab sosial yang bersifat rekreatif,
kreatif, edukatif, ekonomis produktif dan kegiatan praktis lainnya dengan
mendayagunakan segala sumber dan potensi kesejahteraan sosial di lingkungannya
secara swadaya.
h. Penyelenggara rujukan, pendampingan, dan advokasi sosial bagi penyandang
masalah kesejahteraan sosial.
i. Penguatan sistem jaringan
komunikasi, kerjasama, informasi dan kemitraan dengan berbagai sektor lainnya.
j. Penyelenggara Usaha‑usaha
pencegahan permasalahan sosial yang aktual.
BAB IV
KEANGGOTAAN
Pasal 4
(1) Keanggotaan
Karang Taruna menganut sistem stelsel pasif yang berarti seluruh generasi muda
dalam lingkungan desa/kelurahan atau komunitas adat sederajat yang berusia 11
tahun sampai dengan 45 tahun, selanjutnya disebut sebagai warga Karang Taruna.
(2) Setiap
generasi muda dalam kedudukannya sebagai warga Karang Taruna mempunyai hak dan
kewajiban yang sama tanpa membedakan asal keturunan, golongan, suku dan budaya,
jenis kelamin, kedudukan sosial, pendidikan politik dan agama.
BAB V
KEORGANISASIAN
Pasal 5
(1) Keorganisasian
Karang Taruna diatur berdasarkan aspirasi warga Karang Taruna yang bersangkutan
didesa/kelurahan atau komunitas adat sederajat setempat.
(2) Untuk
memantapkan komunikasi, kerjasama, pertukaran informasi dan kolaborasi antar
Karang Taruna, dapat dibentuk wadah dilingkup Kecamatan, Kabupaten, Provinsi
dan Nasional sebagai sarana organisasi Karang Taruna yang pemantapannya melalui
para pengurus disetiap lingkup masing‑masing.
BAB VI
KEPENGURUSAN
Pasal 6
(1) Pengurus
Karang Taruna dipilih secara musyawarah dan mufakat oleh warga Karang Taruna
yang bersangkutan dan memenuhi syarat-syarat untuk diangkat sebagai pengurus
Karang Taruna yaitu:
a. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa.
b. Setia dan taat sepenuhnya kepada
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
c. Dapat membaca dan menulis.
d. Memiliki pengalaman serta aktif
dalam kegiatan Karang Taruna.
e. Memiliki pengetahuan dan
keterampilan berorganisasi, kemauan dan kemampuan, pengabdian di bidang
kesejahteraan sosial.
f. Sebagai warga penduduk setempat
dan bertempat tinggal tetap.
g. Berumur 17 tahun sampai dengan 45
tahun.
(2) Susuna pengurus Karang Taruna
dapat dibentuk sesuai dengan kebutuhan.
(3) Kepengurusan Karang Taruna
sesuai dengan keorganisasiannya diatur sebagai berikut:
a. Pengurus Karang Taruna
Desa/Kelurahan atau Komunitas adat Sederajat yang terpilih dan disahkan dalam
Temu Karya diwilayahnya adalah sebagai pelaksana organisasi dalam wilayah yang
bersangkutan dan dikukuhkan oleh Kepala Desa/Lurah atau Kepala/Ketua Komunitas
Adat Sederajat setempat.
b. Pengurus di lingkup Kecamatan
yang disahkan dalam Temu Karya Kecamatan adalah sebagai pengembangan jaringan
komunikasi, kerjasama, informasi dan kolaborasi antar Karang Taruna dalam
lingkup/wilayah Kecamatan dan dikukuhkan oleh Camat setempat.
c. Pengurus dilingkup Kabupaten/Kota
yang disahkan dalam Temu Karya Kabupaten/Kota adalah sebagai pengembangan
jaringan komunikasi, kerjasama informasi dan kolaborasi antar Karang Taruna
dalam lingkup/wilayah Kabupaten/Kota dan dikukuhkan oleh Bupati/Walikota
setempat.
d. Pengurus dilingkup Provinsi yang
disahkan dalam Temu Karya Provinsi adalah sebagai pengembangan jaringan
komunikasi, kerjasama, informasi dan kolaborasi antar Karang Taruna dalam
lingkup/wilayah Provinsi dan dikukuhkan oleh Gubernur setempat.
e. Pengurus di lingkup Nasional yang
disahkan dalam Temu Karya Nasional adalah sebagai pengembangan jaringan
komunikasi, kerjasama, informasi dan kolaborasi antar Karang Taruna dalam
lingkup/wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan dikukuhkan oleh
Menteri Sosial.
(4) Susunan pengurus disetiap
lingkup Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi dan Nasional disesuaikan dengan
kebutuhan di Masing-masing lingkup.
BAB VII
MEKANISME KERJA
Pasal 7
(1) Pengurus Karang Taruna
Desa/Kelurahan atau Komunitas Adat Sederajat melaksanakan fungsi‑fungsi
operasional di bidang Kesejahteraan sosial sebagai tugas pokok Karang Taruna
dan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) serta program kerja
lainnya yang dilaksanakan bersama Pemerintah dan komponen terkait sesuai dengan
Peraturan Perundang‑undangan yang berlaku.
(2) Pengurus disetiap lingkup yang
ditetapkan sebagai pranata jaringan komunikasi, informasi, kerjasama dan
kolaborasi antar Karang Taruna mulai dari pengurus di lingkup Kecamatan sampai
dengan Nasional melaksanakan fungsi sebagai berikut:
a. Pengelolaan sistem informasi dan
komunikasi.
b. Pemberdaya, mengembangkan dan
memperkuat sistem jaringan kerjasama (networking) antar Karang Taruna serta
dengan pihak lain yang terkait.
c. Penyelenggara mekanisme
pengambilan keputusan organisasi, pendampingan, dan advokasi.
d. Konsolidasi dan sosialisasi dalam
rangka memelihara solidaritas, konsistensi dan citra organisasi.
(3) Mekanisme hubungan komunikasi,
Informasi, kerjasama dan kolaborasi antar Karang Taruna dengan wadah pengurus
di lingkup Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi dan Nasional adalah bersifat
koordinatif, konsultatif dan kolaboratif secara fungsional serta bukan
operasional.
(4) Untuk mendayagunakan pranata
jaringan komunikasi, informasi, kerjasama dan kolaborasi antar Karang Taruna
yang lebih berdayaguna dan berhasilguna, maka diadakan Forum pertemuan Karang
Taruna yang diatur sebagai berikut :
a. Bentuk‑bentuk Forum terdiri dari:
1) Temu Karya;
2) Rapat Kerja;
3) Rapat Pimpinan;
4) Rapat Pengurus Pleno;
5) Rapat Konsultasi;
6) Rapat Pengurus Harian.
b. Mekanisme
Forum pertemuan tersebut diatur lebih lanjut dalam Pedoman Pelaksanaan Karang
taruna.
c. Forum‑forum
pertemuan tersebut diatur lebih lanjut dalam Pedoman pelaksanaan Karang Taruna.
d. Pengambilan
keputusan dalam setiap Forum pertemuan Karang Taruna wajib dilakukan secara
musyawarah dan mufakat, dan apabila hal itu tidak tercapai maka keputusan
diambil berdasarkan suara terbanyak.
e. Forum
Pertemuan Karang Taruna yang diadakan secara Nasional dan khusus dalam rangka
usulan untuk bahan perubahan Pedoman Dasar/Pedoman pelaksanaan Karang Taruna,
diatur sebagai berikut:
1) Minimal 2/3 (dua pertiga) dari
Jumlah peserta/pengurus dari lingkup Provinsi diseluruh wilayah indonesia harus
hadir ditambah unsur dari Departemen Sosial selaku Pembina Fungsional;
2) Usulan perubahan Pedoman Dasar /
Pedoman Rumah Tangga Karang Taruna dapat dinyatakan sah apabila didasarkan pada
persetujuan minimal 2/3 (dua pertiga) dari jumlah Provinsi peserta yang hadir
dan mendapat persetujuan dari Pembina Fungsional Pusat (Departemen Sosial);
3) Rekomendasi usulan guna perubahan
tersebut, diusulkan sebagai bahan untuk disahkan atau ditetapkan oleh Menteri
Sosial Rl;
(5) Kedudukan, pemilihan dan masa
bakti pengurus sebagai berikut:
a. Pengurus Karang Taruna
berkedudukan di Desa/Kelurahan atau Komunitas Adat Sederajat setempat. Pengurus
di lingkup Kecamatan, Kabupaton/Kota dan Provinsi berkedudukan di lbukota
masing‑masing dan pengurus di lingkup Nasional berkedudukan di lbukota Negara.
b. Pemilihan pengurus dilakukan
secara musyawarah dan mufakat dalam Temu Karya serta wajiib memenuhi
persyaratan yang telah ditentukan.
c. Masa bakti Pengurus Karang Taruna
di Desa/Kelurahan atau Komunitas Adat Sederajit paling lama 3 (tiga) tahun dan
Pengurus lingkup Kecamatan sampai dengan Nasional, masing‑masing selama 5
(lima) tahun serta dapat dipilih kembali untuk kedua kalinya, serta memenuhi
persyaratan yang berlaku.
BAB VIII
PENGUKUHAN DAN PELANTIKAN PENGURUS
Pasal 8
1) Pengukuhan Pengurus Karang Taruna
Desa/Kelurahan atau Komunitas Adat Sederajat dan Pengurus di lingkup Kecamatan
sampai dengan Nasional dilakukan dengan Surat Keputusan Pejabat yang berwenang
sesuai dengan tingkatan lingkupnya.
2) Surat Keputusan Pejabat yang berwenang
tersebut pada ayat (1) diatas adalah:
a. Surat
Keputusan Kepala desa/Lurah atau Komunitas adat sederajat untuk Pengukuhan
Pengurus Karang Taruna setempat.
b. Surat
Keputusan Camat untuk pengukuhan Pengurus, dilingkup Kecamatan setempat.
c. Surat
Keputusan Bupati/Walikota untuk pengukuhan Pengurus dilingkup Kabupaten/Kota
setempat.
d. Surat
Keputusan Gubernur untuk pengukuhan Pengurus dilingkup Provinsi setempat.
e. Surat
Keputusan Menteri Sosial untuk Pengukuhan Pengurus dilingkup Nasional.
3) Pelantikan
Pengurus Karang Taruna Desa/Kelurahan atau Komunitas adat Sederajat dan
Pengurus dilingkup Kecamatan sampai dengan Nasional dilakukan oleh Pejabat yang
berwenang sesuai dengan tingkatan lingkupnya masing‑masing.
BAB IX
PEMBINA
Pasal 9
(1) Karang Taruna sebagai
Organisasi Sosial Generasi Muda diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia, memiliki Pembina Utama, Pembina Fungsional dan Pembina Teknis.
(2) Pembina Utama sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah Presiden Republik Indonesia.
(3) Pembina Umum, Pembina
Fungsional dan Pembina Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), di Pusat dan
di daerah adalah :
a. Pembina
di Pusat terdiri:
1) Menteri Dalam Negeri selaku
Pembina Umum.
2) Menteri Sosial selaku pembina
Fungsional.
3) Pimipinan Departemen/Kementerian
Negara/Lembaga atau Badan Negara yang terkait sebagai Pembina Teknis Karang
Taruna.
b. Pembina di Daerah terdiri dari:
1) Pembina Umum:
a. Gubernur
Provinsi.
b. Bupati/Walikota
untuk Kabupaten/Kota.
c. Camat
untuk Kecamatan.
d. Kepala
Desa/Lurah atau Komunitas Adat Sederajat untuk Desa/Kelurahan atau Komuntas
adat sederajat.
2) Pembina Fungsional:
a. Kepala Dinas/Instansi Sosial
Provinsi.
b. Kepala Dinas/Instansi Sosial
Kabupaten/Kota.
c. Kepala Seksi/Unit yang tugasnya berkaitan
langsung dengan bidang kesejahteraan sosial di Kecamatan dan atau di
Desa/Kelurahan atau Komunitas Adat Sederajat.
3) Pembina Teknis:
a. Pimpinan Instansi/Lembaga/Badan
Daerah Provinsi yang terkait.
b. Pimpinan Instansi/Jawatan/Lembaga
atau Badan Daerah Kabupaten/Kota yang terkait.
c. Pimpinan Unit Kecamatan,
Desa/Kelurahan atau Komunitas Adat Sederajat yang terkait dengan Penyediaan
dukungan bagi peningkatan Fungsi Karang Taruna di wilayah setempat.
BAB X
KEUANGAN
Pasal 10
Keuangan Karang Taruna dapat diperoleh
dari:
1. Iuran warga Karang Taruna.
2. Usaha Sendiri yang diperoleh secara syah.
3. Bantuan Masyarakat yang tidak mengikat.
4. Bantuan/Subsidi dari Pemerintah.
5. Usaha‑usaha lain yang tidak bertentangan
dengan peraturan perundang‑undangan yang berlaku.
BAB XI
MAJELIS PERTIMBANGAN DAN UNIT TEKNIS KARANG TARUNA
Pasal 11
(1) Setiap Karang Taruna dapat
membentuk Majelis Pertimbangan Karang Taruna (MPKT) pada forum tertinggi (Temu
Karya) di masing‑masing wilayahnya yang kemudian dikukuhkan oleh forum
tersebut.
(2) Majelis Pertimbangan Karang
Taruna dipimpin oleh seorang Ketua merangkap anggota, seorang Sekretaris dan
beberapa orang Wakil Sekretaris (sesuai kebutuhan) merangkap anggota, dan para
anggota yang jumlahnya ditentukan sesuai dengan jumlah mantan aktivis Karang
Taruna di wilayahnya masing‑masing ditambah beberapa tokoh yang dianggap layak
apabila memungkinkan.
Pasal 12
(1) Karang Taruna dapat membentuk Unit
Teknis sesuai dengan kebutuhan pengembangan organisasi dan program‑programnya.
(2) Unit Teknis dimaksud merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari kelembagaan Karang Taruna dan pembentukannya
harus melalui mekanisme pengambilan keputusan dalam forum yang representatif
dan sesuai kapasitasnya untuk itu.
(3) Unit Teknis disahkan dan dilantik
oleh Karang Taruna yang membentuknya dan harus berkoordinasi serta
mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada Karang Taruna yang membentuknya.
BAB XII
IDENTITAS
Pasal 13
(1) Karang Taruna dapat memiliki
identitas lambang bendera, panji, yang telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri
Sosial Rl Nomor 65/HUK/KEP/XI/1982, dan lagu mars serta hymne.
(2) Identitas yang telah ditetapkan
dan/atau digunakan tersebut menjadi identitas resmi Karang Taruna dan hanya
dapat dirubah dengan Keputusan Menteri Sosial.
(3) Mekanisme penggunaan identitas
Karang Taruna diatur lebih lanjut dalam Pedoman Pelaksanaan Karang Taruna.
BAB XIII
PENUTUP
Pasal 14
(1) Hal‑hal
yang belum diatur dalam Peraturan ini akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan
Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial.
(2) Dengan
ditetapkan Peraturan ini, maka Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 11/HUK/1988
tentang Pedoman Dasar Karang Taruna, dinyatakan tidak berlaku lagi.
(3) Peraturan
ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan apabila dikemudian
hari terdapat kekeliruan akan dibetulkan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan
di Jakarta
Pada
tanggal 27 Juli 2005
MENTERI
SOSIAL RI,
TTD
H. BACHTIAR CHAMSYAH, SE
Salinan Peraturan ini disampaikan kepada
Yth:
1. Bapak Presiden Republik Indonesia;
2. Para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu;
3. Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat;
4. Sekretaris Jenderal, para Direktur
Jenderal dan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Sosial di lingkungan
Departemen Sosial;
5. Gubernur Provinsi di seluruh lndonesia;
6. Kepala Dinas/instansi Sosial Provinsi di
seluruh Indonesia;
7. Bupati/Walikota di seluruh Indonesia;
8. Para Kepala Biro, Direktur, Inspektur,
Sekretaris Itjen/Ditjen/Badan dan Kepala Pusat di lingkungan Departemen Sosial;
9. Kepala Dinas/Instansi Sosial
Kabupaten/Kota di seluruh lndonesia;
10. Kepala Bagian Bantuan Hukum dan
Dokumentasi ‑ Biro Kepegawaian dan Hukum Departemen Sosial.
No comments:
Post a Comment